Kidung Hanacaraka - Orchestra
Sindy Purbawati, Pancal 15
ČeštinaDeutschEλληνικάEnglish (US)English (UK)Español (ES)Español (MX)Françaisहिन्दीBahasa IndonesiaItaliano日本語한국어NederlandsPolskiPortuguêsPortuguês (BR)РусскийTürkçe中文繁體中文
“Wong jawa ilang jawane “ merupakan sebuah pepatah jawa . Pepatah tersebut berarti orang jawa yang sudah tidak memiliki jati diri sebagai orang jawa.Halus dan sopan adalah suatu sikap yang melekat di diri orang jawa.Halus dan sopan tercermin ketika orang berbicara dan bersikap. Orang jawa zaman dahulu jika berbicara halus dan penuh tata krama. Mereka berkomunikasi satu sama lain menggunakan bahasa jawa yang sesuai dengan unggah-ungguhnya. Bahasa jawa adalah bahasa ibu suku jawa.
Dalam kesehariannya, masyarakat jawa saling berkomunikasi dengan menggunakan bahasa jawa. Bahasa jawa yang sehari-hari kita gunakan dibagi menjadi bahasa jawa krama dan bahasa jawa ngoko. Bahasa jawa krama digunakan untuk kita jika berbicara dengan orang yang lebih tua, sedangkan bahasa jawa ngoko adalah kita gunakan saat berbicara dengan teman sebaya atau orang yang lebih muda dari kita. Bahasa jawa krama dan bahasa jawa ngoko tersebut adalah yang kita sebut dengan unggah ungguh basa, unggah ungguh basa jika di indonesiakan sama dengan tingkat-tingkatan bahasa. Namun di masa sekarang ini, berbicara bahasa jawa, unggah ungguh bahasa jawa sudah mulai dikesampingkan. Contohnya saja anak-anak sekarang sudah biasa berbicara bahasa jawa ngoko kepada orang tuanya. Hal seperti itu seharusnya adalah suatu hal yang tidak sopan. Namun, perilaku tersebut untuk masa sekarang ini sudah dianggap hal yang biasa. Contoh lainnya anak-anak sekarang banyak yang berusaha menghilangkan logat jawanya saat berbicara bahasa indonesia karena berbicara dengan logat jawa dianggap hal yang memalukan.
Selain itu ada masalah yang lebih besar lagi bagi kelestarian bahasa jawa seperti realita yang terjadi saat ini,banyak anak-anak yang lebih senang atau lebih mementingkan mempelajari bahasa asing dibandingkan bahasa jawa. Sehingga bahasa jawa dianggap sebelah mata oleh anak-anak jaman sekarang dan mereka juga menganggap bahwa bahasa jawa sudah ketinggalan jaman. Tidak hanya itu , mereka juga menganggap bahwa belajar bahasa asing lebih keren dan menjanjikan untuk mencari pekerjaan di masa depan.Hal ini sungguh disayangkan, walaupun bahasa asing sangat penting di era ini, tapi janganlah sampai kita melupakan bahasa ibu kita sendiri.
Anggapan masyarakat tentang pentingnya bahasa asing tersebut seharusnya kita luruskan Jika kita tidak ingin bahasa jawa hilang tergerus oleh masuknya bahasa asing di negeri kita.Maka tugas kita sebagai generasi penerus bangsa untuk terus melestarikan bahasa jawa agar tidak kalah dengan bahasa asing yang kian diminati anak-anak .Janganlah kita menganggap bahwa berbicara menggunakan bahasa jawa adalah suatu hal yang ndeso atau ketinggalan jaman. Karena sebenarnya banyak yang bisa kita pelajari dalam bahasa jawa, bahasa jawa sebagai salah satu aset budaya suku jawa mengajarkan kita untuk hormat dan patuh kepada orang yang lebih tua dengan unggah ungguhnya berbicara bahasa jawa krama dengan orang yang lebih tua menunjukkan rasa hormat. Hal seperti itu, menunjukkan rasa hormat, patuh dan menjunjung tinggi tata krama kepada orang tua adalah jati diri kita sebagai orang jawa.
Agar menjadi bangsa yang besar kita harus menghargai budaya kita sendiri jangan sampai kita menghilangkan budaya kita sendiri karena kita lebih menyukai budaya lain. Jika kita orang jawa maka kita harus menunjukkan bahwa kita orang jawa. Biarkan jika kita berbicara medok logat jawa kita keluar ketika berbicara bahasa indonesia, itu merupakan salah satu ciri khas kita bahwa kita adalah orang jawa. Maka dengan itu orang jawa akan di kenal dengan bangsa yang menghargai budayanya sendiri.Dengan bahasa jawa pun kita bisa sukses contohnya seperti Jogja hip hop foundation , Jogjaa hip hop foundation adalah suatu grup musik hip hop yang bernyanyi menggunakan lagu berbahasa jawa. Grup hip hop ini bahkan pernah diundang konser diamerika. Ini adalah salah suatu prestasi yang membanggakan bisa menunjukkan kepada orang luar bahwa budaya jawa masih eksis. Ini adalah salah satu contoh kecil yang membanggakan. Jadi sebagai orang jawa jangan sampai kita menghilangkan jati diri kitasebagai orang jawa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya
Wong Jowo Ojo Ilang Jawane
Sindy Purbawati, Pancal 15
November 22, 2023 1 Song, 5 minutes ℗ 2023 Kedhaton Musik
Payment Processing...
Payment is being processed by . Please wait while the order is being comfirmed.
Suara.com - Spanduk bertuliskan "Dadi Wong Jowo Ojo Lali Jawane" lengkap dengan gambar Petruk tengah beredar di Kota Solo, Jawa Tengah (Jateng). Tak sedikit orang yang bertanya-tanya mengenai apa arti "Dadi Wong Jowo Ojo Lali Jawane" ini.
Diketahui, spanduk bertuliskan pepatah Jawa itu beredar setelah putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, secara resmi mencalonkan diri sebagai Bakal Calon Wakil Presiden (Bacawapres) mendampingi Prabowo Subianto serta ketidakpastian status kadernya di Partai Demokrasi Indonesia Pejuangan (PDI-P).
Diduga beredarnya spanduk itu di Solo ditujukan untuk Gibran sekaligus sindiran kepada Jokowi yang identik dengan salah satu tokoh punawakan, Petruk. Namun, setelah dikonfirmasi Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI-P, FX Hadi Rudyatmo atau FX Rudy membantah jika spanduk-spanduk itu dibuat oleh PDI-P.
FX Rudy juga menegaskan bahwa apabila pihaknya sebelum adanya spanduk-spanduk yang terpasang di Kota Solo, sudah mendapatkan informasinya jika spanduk itu juga terpasang di beberapa wilayah Soloraya.
Baca Juga: Bantah Spanduk Sindiran untuk Gibran Ulah PDIP, FX Rudy: Kita Nggak Pernah Jelek-Jelekkan Orang
Tak sampai di situ, pihaknya juga telah mengintruksikan kepada seluruh Kader PDI-P khususnya di Soloraya hingga Relawan untuk tidak memasang spanduk maupun alat peraga lainnya, yang mengandung unsur kebencian terhadap satu orang atau golongan.
Lantas apa sih arti "Dadi Wong Jowo Ojo Lali Jawane"? Untuk mengetahuinya, simak ulasan berikut ini.
Arti "Dadi Wong Jowo Ojo Lali Jawane"
Dadi Wong Jowo Ojo Lali Jawane merupakan sebuah pepatah dari Jawa . Pepatah itu memiliki arti orang Jawa yang sekarang sudah tidak memiliki jati diri sebagai orang Jawa. Seperti halus dan sopan merupakan suatu sikap yang melekat di diri orang Jawa itu sendiri.
Sikap halus dan sopan tercermin saat orang berbicara dan juga bersikap dengan orang lain. Orang Jawa di zaman dahulu jika berbicara menggunakan tutur kata yang halus dan penuh tata krama. Kebanyakan dari mereka berkomunikasi dengan yang lain menggunakan bahasa Jawa sesuai unggah-ungguhnya.
Baca Juga: Ribuan Spanduk Persiapan Pemilu di Batam Melanggar, Paling Banyak Ganggu Ruang Terbuka Hijau
Diketahui, bahasa Jawa adalah bahasa ibu suku Jawa khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dari berbagai kabupaten dan kota di Jawa, masing-masing memiliki keunikan sendiri ketika berbicara. Atau yang dikenal dengan sebutan logat. Menurut KBBI logat adalah cara mengucapkan kata (aksen) atau lekuk lidah yang khas.
Nah, meskipun sama-sama menggunakan bahasa Jawa dalam berkomunikasi, tak jarang orang akan salah paham ketika mengartikan nada atau loga berbicara. Namun, hal ini menjadi keunikan tersendiri bagi masyarakat Jawa. Sehingga penggunaan bahasa Jawa harus terus dilestarikan.
Sebab, seiring berkembangnya zaman tak sedikit anak muda malu apabila mengucapkan atau berbicara menggunakan bahasa Jawa dengan logat dari daerahnya. Banyak anak muda yang pada akhirnya lebih memilih berkomunikasi dengan bahasa Indonesia, dan lama kelamaan akan lupa dengan bahasa daerahnya.
Tak sebatas penggunaan bahasa Jawa untuk berkomunikasi sehari-hari saja, istilah "Dadi Wong Jowo Ojo Lali Jawane" juga dikaitkan dengan sikap lemah lembut. Sebab selama ini orang Jawa dikenal akan kelemah lembutan dan sopan santunnya.
Sehingga tidak pas apabilan orang Jawa bersikap kasar dan semaunya sendiri. Apalagi jika bersikap arogan kepada orang lain. Hal itu tentu akan membuat identitas sebagai orang Jawa menjadi tercoreng.
Oleh karena itu, sebagai orang Jawa sudah seharusnya kita selalu menerapkan pepatah "Dadi Wong Jowo Ojo Lali Jawane" dalam menjalani kehidupan sehari-hari, baik dalam bertutur kata maupun bersikap. Ini dilakukan supaya identitas orang Jawa tidak menjadi buruk di mata orang lain.
Demikian tadi ulasan tentang apa arti "Dadi Wong Jowo Ojo Lali Jawane" yang tertulis di spanduk petruk yang viral di Solo. Semoga bermanfaat!
Kontributor : Putri Ayu Nanda Sari